Berdasarkan laporan Narkoba Dunia oleh the United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) tahun 2021, sekitar 275 juta orang telah menggunakan narkoba diseluruh dunia, sementara lebih dari 36 juta orang menderita gangguan penggunaan narkoba.1 Di Indonesia sendiri peningkatan yang dialami pada 2021, sebesar 0,15 persen atau 3,66 juta jiwa berdasarkan survey dari Badan Narkotika Nasional (BNN).2
Pengaruh obat-obatan terhadap otak adalah mempercepat atau memperlambat sistem saraf pusat dan fungsi utama tubuh seperti tekanan darah, pernafasan, detak jantung dan suhu tubuh. Obat-obatan juga dapat berinteraksi dengan otak dan tubuh untuk mengubah suasana hati, emosi dan perilaku pengguna dengan cara mengubah kimia otak dan persepsi seseorang sehingga mempengaruhi cara individu saat berinteraksi dengan dunia di sekitar mereka.3
Penyalahgunaan nerkoba dapat mempengaruhi jumlah neurotransmiter atau pembawa pesan kimia pada otak, antara lain:3
> Dopamin – Neurotransmiter ini berperan dalam mengatur suasana hati, meningkatkan kesenangan, dan terlibat dengan gerakan, perilaku, motivasi dan perhatian.
Obat-obatan yang dapat mempengaruhi kadar dopamine adalah: ganja, heroin dan opioid lainnya, stimulan, ekstasi, PCP (Fensiklidin/Phencyclidine).
> Serotonin – Neurotransmitter ini bertanggung jawab untuk menstabilkan suasana hati dan mengatur emosi.
Obat-obatan yang dapat mempengaruhi kadar serotonin adalah: ekstasi dan halusinogen.
> Gamma-Aminobutyric Acid (GABA) – Bertindak sebagai penenang alami, mengurangi respon stress dan menurunkan tingkat kecemasan serta memperlambat fungsi saraf pusat.
Obat yang dapat mempengaruhi kadar GABA yaitu benzodiazepine.
> Norepinefrin – Neurotransmiter yang mirip dengan adrenalin, sering disebut “hormon stress” karena bekerja mempercepat sistem saraf pusat sebagai respon aksi “lawan atau lari”, memusatkan perhatian dan meningkatkan energi.
Obat-obatan yang dapat mempengaruhi kadar norepinefrin, diantaranya adalah opioid dan ekstasi
Susunan otak yang dapat terpengaruh dengan adanya penyalahgunaan narkoba diantaranya:3
> Batang otak - Berfungsi sebagai penunjang kehidupan, termasuk tidur, pernapasan dan detak jantung)
> Sistem limbik – Berperan dalam pembentukan tingkah laku dan mengontrol emosi serta memberikan kemampuan untuk merasakan kebahagian.
>Korteks serebral - Dianggap sebagai “pusat berpikir” otak, mengatur kemampuan mengelola pemecahan masalah, perencanaan, pengambilan keputusan serta memproses informasi yang diperoleh dari indra tubuh.
Beberapa jenis narkoba dan pengaruh yang ditimbulkan diantaranya: 3
> Ganja
Bahan kimia psikoaktif yang terkandung dalam ganja, delta-9-tetrahydrocannabinol (TCH), dapat mempengaruhi bagian otak hippocampus yang berfungsi untuk mengelola memori jangka pendek, otak kecil dan ganglia basal yang berfungsi untuk membantu mengotrol koordinasi dan gerakan otot tak sadar. Penggunaan ganja dapat menimbulkan efek menenangkan dan relaksasi. Efek samping jangka pendek yang umum terjadi adalah gangguan keterampilan motorik, distorsi waktu dan persepsi sensorik, perubahan suasana hati, penurunan memori, kesulitan berpikir dan memecahkan masalah. Penurunan tingkat kecerdasan, gangguan koordinasi dan kesulitan tidur, merupakan efek jangka panjang penggunaan ganja pada otak.
Bagi pengguna rokok ganja, terdapat dampak tambahan terhadap kesehatan seperti masalah pernapasan, batuk kronis dan bronkitis. Selain itu, ganja juga dapat mempengaruhi gangguan irama jantung dan fungsi jantung normal.
Terdapat perbedaan efek pada setiap orang yang dipengaruhi oleh besarnya dosis pemakaian dan tinggi-nya kandungan konsentrat ganja yang dikonsumsi.
> Heroin dan peresepan obat Opioid
Heroin dan peresepan obat yang mengandung opioid seperti oxycodone, acetaminophen/hydrocodone, fentanyl, metadon dan hydromorphone akan membajak sistem limbik di otak dan mendorong pengguna melakukan perilaku yang sudah sangat ingin dilakukan.
Opioid mengganggu produksi alami norepinefrin dan bertindak sebagai depresan sistem saraf pusat. Opioid memblokir sensasi nyeri, menyebabkan kantuk, menurunkan suhu tubuh, dan memperlambat detak jantung, tekanan darah dan fungsi pernafasan.
Heroin dianggap sebagai opioid yang bekerja paling cepat dan sangat adiktif. Penggunaan heroin jangka panjang dapat mengakibatkan kerusakan beberapa materi putih otak yang berdampak negatif pada cara seseorang merespons stress, mengatur emosi dan membuat keputusan. Selain itu, komplikasi paru-paru dan infeksi pada lapisan jantung adalah kekhawatiran jangka panjang tambahan seputar penyalahgunaan obat opioid.
> Kokain, Metamfetamin dan stimulant lainnya
Kokain, metamfetamin (sabu), peresepan yang mengandung amfetamin/ dextroamphetamine dan methylphenidate termasuk sebagai obat stimulan yang bekerja mempercepat sistem saraf pusat, meningkatkan detak jantung, suhu tubuh dan tekanan darah seiring dengan peningkatan energi, fokus, perhatian, kewaspadaan, membuat kondisi tubuh dalam status terjaga dan menekan nafsu makan.
Kokain dan shabu menghasilkan stimulan yang tinggi dengan cepat, namun terjadi dalam waktu yang cukup singkat, melalui peningkatan kadar dopamine pada otak. Kokain sering disalahgunakan dalam pesta untuk menimbulkan euphoria. Setelah stimulant yang tinggi, pengguna akan merasa sangat lelah, lapar, mudah tersinggung, bingung secara mental dan depresi. Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan paranoia, yang mengakibatkan pengguna mengalami kecurigaan yang irasional terhadap orang lain, sehingga berdampak negatif pada fungsi sistem saraf pusat, meyebabkan aritmia jantung, serangan jantung mendadak, jantung iskemik, sindrom pernapasan yang unik untuk mendengus kokain, hipertensi, kejang, stroke, bahkan kematian.
Metamfetamin (sabu) memiliki efek serupa pada otak dan sistem saraf pusat. Secara signifikan merusak sistem dopamin di otak, menimbulkan masalah dengan memori dan proses pembelajaran, gerakan dan regulasi emosional. Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan pengguna mengalami halusinasi, kecemasan, dan kebingungan.
> Ekstasi
Dikenal sebagai Molly dengan nama kimianya, MDMA yang paling popular, merupakan psikoaktif. Bekerja dengan mengikat transporter serotonin di otak dan memiliki sifat stimulan dan halusinogen. Dalam waktu sekitar 1 jam setelah pemakaian, ekstasi akan memasuki aliran darah dan merangsang aktivitas serotonin, norepinefrin dan dopamin. Ekstasi akan merangsang rasa kedekatan emosional dan kehangatan, meningkatkan energi dan mendistorsi indra tubuh, mengurangi kecemasan, meningkatkan perasaan senang, peningkatan detak jantung, suhu tubuh dan tekanan darah.
Kemungkinan efek samping dari penyalahgunaan ekstasi dan/ atau overdosis adalah hipertermia, tekanan darah tinggi, serangan panik, pingsan, mengatupkan gigi yang tidak disengaja, penglihatan kabur, mual, berkeringat, kedinginan, aritmia, gagal jantung, gagal ginjal, dehidrasi, kehilangan kesadaran, dan kejang. Peningkatan dosis yang dilakukan, saat obat masih ada dalam sistem tubuh, dapat mengganggu metabolisme dan memperburuk efek samping kardiovaskular dan toksik. Sebagian besar efek samping MDMA hilang dalam beberapa jam, kebingungan dan kecemasan dapat bertahan hingga seminggu setelah mengonsumsi ekstasi.
Ekstasi atau MDMA mengganggu cara otak memproses informasi dan menyimpan ingatan, dan dalam jangka panjang masalah kognitif tersebut menjadi lebih jelas. Kecemasan, lekas marah, kesulitan tidur, depresi, agresi, impulsif, kehilangan nafsu makan dan penurunan seksualitas merupakan efek samping dari penggunaan ekstasi secara teratur. Ekstasi juga dapat membuat ketagihan secara psikologis.
> LSD, PCP, Ketamin dan Halusinogen
Kelas obat yang dapat menyebabkan distorsi realitas dan persepsi, halusinogen, terbagi menjadi dua kategori utama, yaitu:
> Halusinogen klasik (LSD, Peyote, Psilocybin, DMT, Ayahuasca)
> Obat-obatan disosiatif (PCP, Salvia, DXM, Ketamin)
Keduanya juga dapat berinteraksi dengan sistem saraf pusat, menyebabkan ketidakteraturan suhu tubuh, detak jantung, pernapasan dan tekanan darah. Sedasi, amnesia, kontraksi otot dan kejang, agresi dan kekerasan, gejala psikotik yang menyerupai skizofrenia dan imobilitas juga dapat terjadi.
Obat-obatan disosiatif mengganggu aksi glutamat, yaitu bahan kimia otak yang terlibat dengan ingatan, kognisi, emosi dan rasa sakit. Narkoba disosiatif membuat pengguna merasa terpisah dari diri sendiri, lingkungan dan kenyataan. Hal ini menimbulkan gangguan fungsi motorik, distorsi pendengaran dan visual, kehilangan memori, kecemasan, mati rasa dan tremor tubuh.
Golongan halusinogen klasik, berinteraksi sebagian besar dengan serotonin dan korteks prefrontal otak. Perubahan suasana hati, distorsi realitas dan persepsi sensorik, melihat, mendengar atau merasakan hal-hal yang tidak ada adalah efek samping yang umum dari psikosis yang diinduksi obat. Penyalahgunaan obat halusinogen, bahkan satu kali, dapat memiliki efek yang bertahan lama dan merusak pada otak dan tubuh.
Semakin sering obat digunakan, zat kimia yang terkandung didalam obat tersebut akan semakin memberikan dampak buruk pada tubuh terutama pada otak dan dapat menyebabkan ketergantungan.
Referensi artikel:
United Nations-Office on Drugs and Crime. UNODC World Drug Report 2021: pandemic effects ramp up drug risks, as youth underestimate cannabis dangers. United Nations Press release 24 Juni 2021. Tersedia di: https://www.unodc.org/unodc/press/releases/2021/June/unodc-world-drug-report-2021_-pandemic-effects-ramp-up-drug-risks--as-youth-underestimate-cannabis-dangers.html
Antara Kantor Berita. BNN: Prevalensi pengguna narkoba di 2021 meningkat jadi 3,66 juta jiwa. Rilis 10 Februari 2022. Tersedia di: https://www.antaranews.com/berita/2696421/bnn-prevalensi-pengguna-narkoba-di-2021-meningkat-jadi-366-juta-jiwa
Meredith Watkins. How Drugs Affect the brain and Central Nervous System. Americana Addiction Center. Update terakhir 7 Januari 2022. Tersedia di: https://americanaddictioncenters.org/health-complications-addiction/central-nervous-system
Referensi gambar:
https://www.nyas.org/events/2016/arrested-development-the-teenage-brain-and-substance-abuse/